Keotentikan
Al-Quran
(Prof. Dr. M. Quraish Shihab)
(Prof. Dr. M. Quraish Shihab)
Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat.
Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya
dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara. Inna nahnu
nazzalna al-dzikra wa inna lahu lahafizhun (Sesungguhnya Kami yang menurunkan
Al-Quran dan Kamilah Pemelihara-pemelihara-Nya) (QS 15:9).
Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan
atas dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang
dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat
di atas, setiap Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai
Al-Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah
saw., dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw.
Tetapi, dapatkah kepercayaan itu didukung oleh bukti-bukti lain? Dan,
dapatkah bukti-bukti itu meyakinkan manusia, termasuk mereka yang tidak percaya
akan jaminan Allah di atas? Tanpa ragu kita mengiyakan pertanyaan di atas,
karena seperti yang ditulis oleh almarhum 'Abdul-Halim Mahmud, mantan Syaikh
Al-Azhar: "Para orientalis yang dari saat ke saat berusaha menunjukkan
kelemahan Al-Quran, tidak mendapatkan celah untuk meragukan keotentikannya."1 Hal ini disebabkan oleh bukti-bukti
kesejarahan yang mengantarkan mereka kepada kesimpulan tersebut.
Sebelum menguraikan bukti-bukti kesejarahan, ada baiknya saya kutipkan
pendapat seorang ulama besar Syi'ah kontemporer, Muhammad Husain
Al-Thabathaba'iy, yang menyatakan bahwa sejarah Al-Quran demikian jelas dan
terbuka, sejak turunnya sampai masa kini. Ia dibaca oleh kaum Muslim sejak dahulu
sampai sekarang, sehingga pada hakikatnya Al-Quran tidak membutuhkan sejarah
untuk membuktikan keotentikannya. Kitab Suci tersebut lanjut Thabathaba'iy
memperkenalkan dirinya sebagai Firman-firman Allah dan membuktikan hal tersebut
dengan menantang siapa pun untuk menyusun seperti keadaannya. Ini sudah cukup
menjadi bukti, walaupun tanpa bukti-bukti kesejarahan. Salah satu bukti bahwa
Al-Quran yang berada di tangan kita sekarang adalah Al-Quran yang turun kepada
Nabi saw. tanpa pergantian atau perubahan --tulis Thabathaba'iy lebih jauh--
adalah berkaitan dengan sifat dan ciri-ciri yang diperkenalkannya menyangkut
dirinya, yang tetap dapat ditemui sebagaimana keadaannya dahulu.2
Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat Rasyad Khalifah, juga mengemukakan
bahwa dalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan akan
keotentikannya.3
Huruf-huruf hija'iyah yang terdapat pada awal beberapa surah dalam
Al-Quran adalah jaminan keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima oleh Rasulullah
saw. Tidak berlebih dan atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata yang
digunakan oleh Al-Quran. Kesemuanya habis terbagi 19, sesuai dengan jumlah
huruf-huruf B(i)sm Ali(a)h Al-R(a)hm(a)n Al-R(a)him. (Huruf a dan i dalam
kurung tidak tertulis dalam aksara bahasa Arab).
Huruf (qaf) yang merupakan awal dari surah ke-50, ditemukan terulang
sebanyak 57 kali atau 3 X 19.
Huruf-huruf kaf, ha', ya', 'ayn, shad, dalam surah Maryam, ditemukan
sebanyak 798 kali atau 42 X 19.
Huruf (nun) yang memulai surah Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 atau 7 X
19. Kedua, huruf (ya') dan (sin) pada surah Yasin masing-masing ditemukan
sebanyak 285 atau 15 X 19. Kedua huruf (tha') dan (ha') pada surah Thaha
masing-masing berulang sebanyak 342 kali, sama dengan 19 X 18.
Huruf-huruf (ha') dan (mim) yang terdapat pada keseluruhan surah yang
dimulai dengan kedua huruf ini, ha' mim, kesemuanya merupakan perkalian dari
114 X 19, yakni masing-masing berjumlah 2.166.
Bilangan-bilangan ini, yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat
Al-Quran, oleh Rasyad Khalifah, dijadikan sebagai bukti keotentikan Al-Quran.
Karena, seandainya ada ayat yang berkurang atau berlebih atau ditukar kata dan
kalimatnya dengan kata atau kalimat yang lain, maka tentu perkalian-perkalian
tersebut akan menjadi kacau.
Angka 19 di atas, yang merupakan perkalian dari jumlah-jumlah yang
disebut itu, diambil dari pernyataan Al-Quran sendiri, yakni yang termuat dalam
surah Al-Muddatstsir ayat 30 yang turun dalam konteks ancaman terhadap seorang
yang meragukan kebenaran Al-Quran.
Demikianlah sebagian bukti keotentikan yang terdapat di celah-celah
Kitab Suci tersebut.
Al-Quran Al-Karim turun dalam masa sekitar 22 tahun atau tepatnya,
menurut sementara ulama, dua puluh dua tahun, dua bulan dan dua puluh dua hari.
Ada beberapa faktor yang terlebih dahulu harus dikemukakan dalam rangka
pembicaraan kita ini, yang merupakan faktor-faktor pendukung bagi pembuktian
otentisitas Al-Quran.
(1) Masyarakat Arab, yang hidup pada masa
turunnya Al-Quran, adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis. Karena
itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab
--bahkan sampai kini-- dikenal sangat kuat.
(2) Masyarakat Arab --khususnya pada masa turunnya Al-Quran-- dikenal
sebagai masyarakat sederhana dan bersahaja: Kesederhanaan ini, menjadikan
mereka memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran
dan hafalan.
(3) Masyarakat Arab sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan;
mereka bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu
tertentu.
(4) Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya
dan sangat mengagumkan bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi juga orang
kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali
secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca
oleh kaum Muslim. Kaum Muslim, disamping mengagumi keindahan bahasa Al-Quran,
juga mengagumi kandungannya, serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Quran adalah
petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
(5) Al-Quran, demikian pula Rasul saw., menganjurkan kepada kaum Muslim
untuk memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Quran dan anjuran tersebut
mendapat sambutan yang hangat.
(6) Ayat-ayat Al-Quran turun berdialog dengan mereka, mengomentari
keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab
pertanyaan-pertanyaan mereka. Disamping itu, ayat-ayat Al-Quran turun sedikit
demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah pencernaan maknanya dan proses
penghafalannya.
(7) Dalam Al-Quran, demikian pula hadis-hadis Nabi, ditemukan
petunjuk-petunjuk yang mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti
dan hati-hati dalam menyampaikan berita --lebih-lebih kalau berita tersebut
merupakan Firman-firman Allah atau sabda Rasul-Nya.
Faktor-faktor di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya
ayat-ayat Al-Quran. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang
menginformasikan bahwa terdapat ratusan sahabat Nabi saw. yang menghafalkan
Al-Quran. Bahkan dalam peperangan Yamamah, yang terjadi beberapa saat setelah
wafatnya Rasul saw., telah gugur tidak kurang dari tujuh puluh orang penghafal
Al-Quran.4
Walaupun Nabi saw. dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Quran, namun
guna menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau tidak hanya
mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa
setiap ada ayat yang turun, Nabi saw. lalu memanggil sahabat-sahabat yang
dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang baru saja diterimanya,
sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam surahnya. Ayat-ayat
tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang
binatang. Sebagian sahabat ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara
pribadi, namun karena keterbatasan alat tulis dan kemampuan maka tidak banyak
yang melakukannya disamping kemungkinan besar tidak mencakup seluruh ayat
Al-Quran. Kepingan naskah tulisan yang diperintahkan oleh Rasul itu, baru
dihimpun dalam bentuk "kitab" pada masa pemerintahan Khalifah Abu
Bakar r.a.5
Dalam uraian sebelumnya dikemukakan bahwa ketika terjadi peperangan
Yamamah, terdapat puluhan penghafal Al-Quran yang gugur. Hal ini menjadikan
'Umar ibn Al-Khaththab menjadi risau tentang "masa depan Al-Quran".
Karena itu, beliau mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar mengumpulkan
tulisan-tulisan yang pernah ditulis pada masa Rasul. Walaupun pada mulanya Abu
Bakar ragu menerima usul tersebut --dengan alasan bahwa pengumpulan semacam itu
tidak dilakukan oleh Rasul saw.-- namun pada akhirnya 'Umar r.a. dapat
meyakinkannya. Dan keduanya sepakat membentuk suatu tim yang diketuai oleh Zaid
ibn Tsabit dalam rangka melaksanakan tugas suci dan besar itu.
Zaid pun pada mulanya merasa sangat berat untuk menerima tugas tersebut,
tetapi akhirnya ia dapat diyakinkan --apalagi beliau termasuk salah seorang
yang ditugaskan oleh Rasul pada masa hidup beliau untuk menuliskan wahyu
Al-Quran. Dengan dibantu oleh beberapa orang sahabat Nabi, Zaid pun memulai
tugasnya. Abu Bakar r.a. memerintahkan kepada seluruh kaum Muslim untuk membawa
naskah tulisan ayat Al-Quran yang mereka miliki ke Masjid Nabawi untuk kemudian
diteliti oleh Zaid dan timnya. Dalam hal ini, Abu Bakar r.a. memberi petunjuk agar
tim tersebut tidak menerima satu naskah kecuali yang memenuhi dua syarat:
Pertama, harus sesuai dengan hafalan para sahabat lain.
Kedua, tulisan tersebut benar-benar adalah yang ditulis atas perintah
dan di hadapan Nabi saw. Karena, seperti yang dikemukakan di atas, sebagian
sahabat ada yang menulis atas inisiatif sendiri.
Untuk membuktikan syarat kedua tersebut, diharuskan adanya dua orang
saksi mata.
Sejarah mencatat bahwa Zaid ketika itu menemukan kesulitan karena beliau
dan sekian banyak sahabat menghafal ayat Laqad ja'akum Rasul min anfusikum
'aziz 'alayh ma 'anittun harish 'alaykum bi almu'minina Ra'uf al-rahim (QS
9:128). Tetapi, naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw. tidak ditemukan.
Syukurlah pada akhirnya naskah tersebut ditemukan juga di tangan seorang
sahabat yang bernama Abi Khuzaimah Al-Anshari. Demikianlah, terlihat betapa
Zaid menggabungkan antara hafalan sekian banyak sahabat dan naskah yang ditulis
di hadapan Nabi saw., dalam rangka memelihara keotentikan Al-Quran. Dengan
demikian, dapat dibuktikan dari tata kerja dan data-data sejarah bahwa Al-Quran
yang kita baca sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda sedikit pun dengan
apa yang diterima dan dibaca oleh Rasulullah saw., lima belas abad yang lalu.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, perlu dikemukakan bahwa Rasyad Khalifah,
yang menemukan rahasia angka 19 yang dikemukakan di atas, mendapat kesulitan
ketika menemukan bahwa masing-masing kata yang menghimpun
Bismillahirrahmanirrahim, kesemuanya habis terbagi 19, kecuali Al-Rahim. Kata Ism
terulang sebanyak 19 kali, Allah sebanyak 2.698 kali, sama dengan 142 X 19,
sedangkan kata Al-Rahman sebanyak 57 kali atau sama dengan 3 X 19, dan Al-Rahim
sebanyak 115 kali. Di sini, ia menemukan kejanggalan, yang konon mengantarnya
mencurigai adanya satu ayat yang menggunakan kata rahim, yang pada hakikatnya
bukan ayat Al-Quran. Ketika itu, pandangannya tertuju kepada surah Al-Tawbah
ayat 128, yang pada mulanya tidak ditemukan oleh Zaid. Karena, sebagaimana
terbaca di atas, ayat tersebut diakhiri dengan kata rahim.
Sebenarnya, kejanggalan yang ditemukannya akan sirna, seandainya ia
menyadari bahwa kata rahim pada ayat Al-Tawbah di atas, bukannya menunjuk
kepada sifat Tuhan, tetapi sifat Nabi Muhammad saw. Sehingga ide yang
ditemukannya dapat saja benar tanpa meragukan satu ayat dalam Al-Quran, bila
dinyatakan bahwa kata rahim dalam Al-Quran yang menunjuk sifat Allah jumlahnya
114 dan merupakan perkalian dari 6 X 19.
Demikianlah sekelumit pembicaraan dan bukti-bukti yang dikemukakan para
ulama dan pakar, menyangkut keotentikan ayat-ayat Al-Quran. Terlihat bagaimana
Allah menjamin terpeliharanya Kitab Suci ini, antara lain berkat upaya kaum
beriman.
Catatan kaki
1 'Abdul Halim Mahmud, Al-Tafkir Al-Falsafiy fi
Al-Islam, Dar Al-Kitab Al-Lubnaniy, Beirut, t.t., h. 50.
2 Muhammad Husain Al-Thabathabaly, Al-Qur'an fi
Al-Islam, Markaz I'lam Al-Dzikra Al-Khamisah li Intizhar Al-Tsawrah
Al-Islamiyah, Teheran, h. 175.
3 Mustafa Mahmud, Min Asrar Al-Qur'an, Dar
Al-Ma'arif, Mesir, 1981, h. 64-65.
4 'Abdul Azhim Al-Zarqaniy, Manahil Al-'Irfan i
'Ulum Al-Qur'an, Al-Halabiy, Kairo, 1980, jilid 1, h. 250.
5 Ibid., h. 252.
Catatan: Pembahasan tentang bilangan 19 selengkapnya (bahasa Inggris) dapat
dilihat pada situs ini. Komentar terhadap situs tersebut
dari salah seorang yang telah berkunjung dapat diikuti pada artikel ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar